KEPULAUAN ARU – Persbhayangkara.id MALUKU
Kejaksaan Negeri Kepulauan Aru diminta proaktif menangani dugaan penyelewengan Anggaran Dana Desa dan Dana Desa (ADD dan DD) yang terindikasi merugikan negara puluhan milyar rupiah.
“Kejaksaan harusnya proaktif mencari tahu kebenaran informasi itu. Apakah benar ada dugaan korupsi atau hanya sekedar kesalahan administratif.”
ungkap salah satu anggota Lembaga Investigasi Negara (LIN) di Dobo, Rabu (18/9).
Dia yang enggan disebutkan nama menegaskan, Masyarakat Aru perlu tahu karena ADD dan DD yang nilanya mencapai milyaran rupiah menjadi perbincangan publik karena diduga sarat penyelewengan. Saya menilai, terhadap kasus ini respon Kejari Kepulauan Aru terkesan lemah.
Padahal, tugas kejaksaan adalah meminimalisir kasus korupsi. Fungsi pencegahan dan penindakan harus berjalan sesuai kebutuhan yang ada. Jangan sampai, kasus dugaan korupsi ADD dan DD yang ramai dibicarakan masyarakat Aru, namun pihak kejaksaan terkesan malas tahu.
Faktanya, di masa kepemipinan Kejari Ketut Winawa, banyak indikasi korupsi ADD dan DD yang disampaikan masyarakat melaui media sosial, bahkan ada sejumlah staf dan tokoh masyarakat sudah melaporkan sekaligus menyerahkan data fisiknya ke mantan Kasi Pidsus, Eka Polimpung. Namun tidak ada respon oleh pihak kejaksaan.
“Kalau seperti ini, aparat kejaksaan di Aru bakal kehilangan kepercayaan dari masyarakat.” ungkapnya.
Lanjut dia, seperti diketahui, dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap tata kelolah keuangan daerah Kabupaten Kepulauan Tahun Anggaran 2018, ditemukan ADD Dan DD sebesar Rp.60, 352.833.640,- (Enam Puluh Milyar, Tiga Ratus Lima Puluh Dua Juta, Enam Ratus Empat Puluh Ribu Rupiah) tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Temuan BPK ini harusnya menjadi pintu masuk aparat kejaksaan di negeri ini untuk mencari tahu ada tidaknya unsur korupsi dalam pengelolahan ADD dan DD oleh 117 kepala desa di Aru. Bukan dibiarkan begitu saja. Sejauh ini, setahu saya banyak temuan BPK terhadap ADD dan DD yang lewat begitu saja dan kemudian hilang.
Harusnya direspon dan dijelaskan ke masyarakat hasilnya seperti apa. Hal ini harus dilakukan karena sesuai amanat Kementrian Desa, Pembangunan Tertinggal dan Transmigrasi, kasus-kasus penyelewengan dana desa harus diusut.
“Kendati nominalnya kecil misalnya 20 juta atau 50 juta tetap ditindak meski ongkos penanganannya lebih besar. Tujuannya agar ada efek jera. Apalgi itu merupakan arahan Presiden Joko Widodo.”
(SNN/NYS)