Liputan Berita Politik,Hukum dan Keamanan

Perbudakan di Atas Kapal Cumi Harus Jadi Perhatian Serius Pemerintah dan Aparat Hukum

KEPULAUAN ARU – persbhayangkara.id MALUKU

Isu perbudakan terhadap para ABK di atas kapal cumi harus menjadi perhatian serius pemerintah dan aparat hukum di Negara Republik Indonesia tercinta ini.

Penegasan ini disampaikan salah satu tokoh masyarakat Aru kepada media ini, Jumat (1/11/2019).

Kata dia, Perlidungan pekerja di sektor perikanan harus diberlakukan karena sektor ini beresiko tinggi dan rentan terhadap berbagai bentuk pelanggaran standar dan norma ketenagakerjaan, bahkan menjurus kepada eksploitasi tenaga kerja dan perbudakan.

Pasalnya, dalam tahun 2019 ini, sudah ada sekitar 200 ABK yang dipekerjakan di atas kapal cumi lari meninggalkan kapal dan mencari perlindungan di rumah-rumah warga Kota Dobo Kabupaten Kepulauan Aru.

Mereka adalah warga negara Indonesia yang berasal dari Pulau Jawa. Kaburnya mereka dari kapal lantaran mendapat perlakuan buruk dari para taikong kapal salah satunya adalah masalah upah, keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

Yang menyedihkan lagi adalah, dari sekian banyak ABK yang kabur ini, ada beberapa yang meregang nyawa lantaran dipaksa kerja siang dan malam walau mereka dalam kondisi sakit.

Dari kisah itu, maka diperlukan peningkatan peran pengawas tenaga kerja yang bertujuan agar standar dan norma-norma ketenagakerjaan dapat diterapkan secara efektif.

“Hal ini perlu dilakukan guna mengurangi standar dan norma ketenagakerjaan.”ujar dia seraya meminta identitasnya tidak disebutkan dalam pemberitaan ini.

Lanjut dia, Supervisi tenaga kerja perlu dilakukan dari tahap rekrutmen tenaga kerja, pengupahan, keselamatan dan kesehatan kerja (K3), jaminan sosial dan hal-hal lain terkait perlindungan, dan kesejahteraan pekerja.

Sementara informasi yang dihimpun media ini menyebutkan, anak buah kapal (ABK) asal Indonesia banyak yang ditipu oleh sejumlah pihak, dengan berbagai modus. Salah satunya ialah menawarkan pekerjaan kepada masyarakat di wilayah terpencil yang ada di Pulau Jawa.

Kebanyakan orang-orang (ABK) yang berangkat (melaut) pada dasarnya ini korban perdagangan manusia, karena mereka tidak tahu bahwa pekerjaan yang diterima itu berbeda jauh dengan yang ditawarkan dan dijanjikan.

Mereka para recruiter, aktif mencari orang-orang yang menganggur yang butuh pekerjaan. Yang patut diduga, ini satu bisnis yang sistematis, terkait dengan bisnis besar, yang kemudian dia (perusahaan besar) merekrut perusahaan (pencari orang), yang kemudian merekrut orang-orang. Jadi chain ini bagian dari sullain chain yang besar.

Bisnisnya sebenarnya penyedia eksportir produk-produk seafood, yang demand-nya tinggi. Karena memang seafood ini harganya mahal di luar sana, tapi dengan alasan biaya operasional kapal yang tinggi, akhirnya mereka tekan biaya manusianya. Dan mereka berusaha merekrut (orang-orang) terus dari wilayah-wilayah terpencil.

Para recruitermencari orang-orang di wilayah terpencil seperti di pesisir, karena lebih mudah untuk menjaring tenaga kerja. Pasalnya, mereka warga di wilayah terpencil itu banyak yang membutuhkan pekerjaan, dan dinilai lebih mudah untuk dibohongi.

Semakin terpencil mereka enggak banyak tanya, mereka mengertinya naik kapal, bekerja, dibayar janjinya sekian juta, namun dalam perjalannya mereka ditindas dengan upah murahan.

Tidak jarang, terjadi baku hantam di atas kapal hingga menelan banyak korban.

(Nus Yerusa)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Paling Populer dalam 30 hari

To Top