Jumat, 01 November 2019.
08.05 WIB
JAKARTA – PERSBAYANGKARA.ID
Kenaikan iruan BPJS Kesehatan yang sudah diresmikan lewat Perpres 75/2019 merupakan “solusi mundur”, sehingga Perpres itu berpotensi untuk di-uji materiil oleh peserta yang kecewa atas kebijakan ini.
Demikian tanggapan Komunitas Peduli BPJS Kesehatan atas ditekennya Perpres yang mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan per 1 Januari 2020 tersebut oleh Presiden Jokowi.
Juru Bicara Komunitas Peduli BPJS Kesehatan, Johan Imanuel, menyatakan, dalam UU SJSN yang patut diperhatikan oleh Pemerintah terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan yaitu Dalam Pasal 27 ayat (3). Disebutkan bahwa besarnya iuran jaminan kesehatan untuk peserta yang tidak menerima upah ditentukan berdasarkan nominal yang ditinjau secara berkala. Penjelasan Pasal tersebut, pengertian secara berkala dalam ketentuan ini adalah jangka waktu tertentu untuk melakukan peninjauan atau perubahan sesuai dengan perkembangan kebutuhan.
“Menjadi pertanyaan apakah perkembangan kebutuhan ini terkait dengan kebutuhan peserta tersebut? Apakah tinjauan berkala benar sudah dilakukan? Namun bagaimanakah hasilnya? Bentuk kajiannya seperti apa? Melihat banyaknya kalangan menolak kenaikan iuran justru momentum ini bukan merupakan kebutuhan dari peserta,” terang Johan.
Menurut dia, justru peserta lebih tenang bila pelayanan kesehatan melalui kepesertaan BPJS Kesehatan ditingkatkan dari sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan sebagaiman ditegaskan pada Pasal 24 ayat (3) UU SJSN.
Perlu diketahui juga, bahwa mengenai pelayanan kesehatan ini merupakan manfaat dari jaminan kesehatan yang ditegaskan dalam Pasal 22 ayat (1) UU SJSN. Kemudian mengenai pelayanan kesehatan yang dimaksud dalam Pasal ini meliputi pelayanan dan penyuluhan kesehatan, imunisasi, pelayanan Keluarga Berencana, rawat jalan, rawat inap, pelayanan gawat darurat dan tindakan medis lainnya, termasuk cuci darah dan operasi jantung. Pelayanan tersebut diberikan sesuai dengan pelayanan standar, baik mutu maupun jenis pelayanannya dalam rangka menjamin kesinambungan program dan kepuasan peserta. Luasnya pelayanan kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan peserta yang dapat berubah dan kemampuan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Hal ini diperlukan untuk kehati-hatian.
“Sehingga kata kunci dalam Pasal 22 ayat (1) UU SJSN adalah kehati-hatian dalam pelayanan kesehatan sehingga antara penambahan atau pengurangan manfaat bahkan kenaikan iuran dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan tidak merugikan peserta,” ujar Johan lewat keterangan resminya.
Dalam UU BPJS dapat dikaji apakah kenaikan iuran BPJS Kesehatan sudah sesuai dengan asas dan tujuan dari UU BPJS. Adapun asas yang dimaksud adalah asas kemanusiaan, asas manfaat dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pasal 2 UU BPJS). Asas kemanusiaan terkait dengan penghargaan terhadap martabat manusia. Asas manfaat terkait dengan operasional dalam pengelolaan yang efektif dan efisien serta asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bersifat idiil.
Sedangkan tujuan dari UU BPJS adalah terwujudnya kebutuhan dasar hidup. Yang dimaksud kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pasal 3 UU BPJS).
Kemudian dapat dikaji lebih lanjut apakah kenaikan iuran BPJS Kesehatan sudah sesuai dengan prinsip dalam UU BPJS Kesehatan (Pasal 4). Adapun terkait defisit BPJS Kesehatan, seharusnya tidak terjadi apabila benar-benar terlaksana prinsip kehati-hatian (pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman dan tertib) dan prinsip akuntabilitas (pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan).
Kemudian ia menambahkan, mengenai kewajiban BPJS Kesehatan dalam UU BPJS ditegaskan dua hal terkait keuangan yaitu BPJS Kesehatan wajib mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta dan memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan UU tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Pasal 13 UU BPJS).
“Sehingga dapat dikaji juga apakah kewajiban BPJS Kesehatan sudah dimaksimalkan dengan baik demi kepentingan dan manfaat peserta atau apakah kenaikan iuran merupakan bagian dari kepentingan dan manfaat peserta, perlu dikaji kembali,” tambah Johan.
Idealnya, sebelum melakukan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan, Pemerintah mempertimbangkan segala masukan dari publik seluas-luasnya khususnya terhadap kenaikan iuran ini agar tidak mengabaikan asas dan tujuan UU BPJS itu sendiri.
(JMart)