SIDOARJO – persbhayangkara.id JAWA TIMUR
Minggu, 29/9/2024. Hari Hak untuk Tahu Sedunia (International Right to Know Day) yang diperingati setiap tanggal 28 September menjadi momen penting bagi masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Pada hari ini, kita diingatkan akan pentingnya keterbukaan informasi, yang diatur secara tegas dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Hari Hak untuk Tahu Sedunia pertama kali ditetapkan pada tahun 2002 di Sofia, Bulgaria, dengan tujuan memperjuangkan transparansi di berbagai negara, termasuk Indonesia, yang mulai memperingati hari ini sejak tahun 2011. Pada tingkat internasional, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga memperingati hari ini sebagai Hari Internasional untuk Akses Universal terhadap Informasi (International Day for Universal Access to Information/IDUAI).
Peringatan ini memiliki tujuan strategis, yakni mendorong masyarakat berpartisipasi aktif dalam proses perencanaan dan pelaksanaan kebijakan publik, mendukung kebebasan pers, serta mewujudkan pemerintahan yang transparan dan bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Namun, meskipun undang-undang telah mengatur keterbukaan informasi, faktanya di lapangan masih terdapat berbagai hambatan. Proses untuk mendapatkan informasi publik dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) seringkali berbelit, bahkan hingga harus melalui persidangan di Komisi Informasi, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), hingga Mahkamah Agung (MA).
Meskipun berbagai pernyataan tentang pentingnya transparansi telah dikemukakan oleh para pejabat, kenyataan di lapangan masih jauh dari harapan. Keterbukaan informasi publik masih sering hanya menjadi wacana, sementara akses terhadap laporan penggunaan anggaran negara masih sulit didapatkan oleh masyarakat.
Undang-Undang No. 14 Tahun 2008, terutama Pasal 2 Ayat (1), menegaskan bahwa setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat. Tujuan dari undang-undang ini sangat jelas, yaitu menjamin hak warga negara untuk mengetahui proses pengambilan keputusan publik, mendorong partisipasi masyarakat, dan menciptakan penyelenggaraan negara yang transparan, akuntabel, serta dapat dipertanggungjawabkan.
Namun, implementasi undang-undang ini masih menghadapi banyak tantangan. Berdasarkan pengalaman masyarakat, proses penyelesaian sengketa informasi di Komisi Informasi seringkali tidak berjalan sesuai harapan. Alih-alih membantu masyarakat, beberapa komisioner justru memperlihatkan sikap arogan dan mencari-cari kesalahan administratif yang akhirnya menghalangi akses terhadap informasi publik.
Komisi Informasi seharusnya berfungsi untuk mendorong keterbukaan informasi, namun dalam praktiknya, beberapa komisioner terkesan menahan dan menghalangi masyarakat yang ingin mengawasi penggunaan anggaran negara. Laporan masyarakat terkait pelanggaran kode etik komisioner juga sering kali tidak ditindaklanjuti, menciptakan kesan bahwa lembaga ini kebal dari pengawasan.
Dalam momentum peringatan Hari Hak untuk Tahu Sedunia ini, diharapkan adanya perubahan pola pikir di kalangan pejabat publik dan Komisi Informasi agar lebih terbuka dan humanis. Presiden Jokowi sebagai penanggung jawab tertinggi keterbukaan informasi di Indonesia, serta Presiden Terpilih Prabowo, diharapkan dapat mengevaluasi kinerja Komisi Informasi untuk memastikan tercapainya pemerintahan yang bersih dan transparan.
Penulis: Arju Herman
GunakanHakAndaAtasInformasi #SayaBerhakTahu #HariUntukTahu #SemuaBerhakTahu #KritikUntukMembangun
