TRENGGALEK – persbhayangkara.id JAWA TIMUR
Rapat dengar pendapat atau hearing Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Trenggalek dengan Aliansi Rakyat Trenggalek (ART), membahas mengenai UU Omnibus Law, Ranperda RTRW, dan nagih janji DPRD Kabupaten Trenggalek, dihadiri oleh OPD Bapeda, PUPR, DKPLH, dan Perikanan, di ruang rapat lantai satu Gedung DPRD Kabupaten Trenggalek, Kamis (15/10/2020).
Pimpinan Rapat Dengar Pendapat (RDP) adalah Sukorodin, Ketua Komisi III, dihadiri pula oleh anggota-anggotanya.
Kegiatan RDP ini mendapat pengawalan dari Polres Trenggalek, Kodim 0806 Trenggalek, dan Satpol PP Kabupaten Trenggalek.
Dalam pada itu, pihak Aliansi Rakyat Trenggalek meminta kepada pihak DPRD Trenggalek untuk menunda atau pun tidak melaksanakan UU Omnibus Law atau UU Cilaka di Kabupaten Trenggalek.
“Mohon untuk tidak diberlakukan di Trenggalek. Karena ada penolakan dari sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama para buruh,” ujar Ripto, LSM Pendayaan Masyarakat (PAMA) Trenggalek.
Sukorodin selaku pimpinan rapat, menjawab, hal tersebut menjadi wewenang pemerintah pusat.
“Kami tidak mengiyakan atau pun menolak diberlakukan UU cilaka tersebut. Itu ranahnya pusat. Kita hanya bisa meneruskan aspirasi masyarakat Trenggalek, yang menolak diberlakukannya Omnibuslaw,” kata Sukorodin.
Pihak LSM Aliansi Rakyat Peduli Trenggalek (ARPT) melalui ketuanya, Firin, menyampaikan bahwa pihaknya menagih janji dari DPRD Kabupaten Trenggalek terkait penanganan limbah pemindangan, tambak, dan sungai yang tercemar di kawasan pantai Watulimo, Panggul, serta Munjungan.
“Satu tahun yang lalu, kami minta hearing kepada Dewan bersama Organisasi Perangkat Dinas (OPD) yang menangani masalah terkait perijinan, pengawasan, dan penindakan bagi pelaku usaha di kawasan pantai. Namun, hingga saat ini, satu pun tak ada tindak lanjutnya. Sampai masyarakat Desa Prigi dan Desa Margomulyo menutup sungai untuk mencegah pencemaran akibat limbah pemindangan,” tuturnya, dengan bersemangat.
Menurut pemantauan dan data dari LSM ARPT, usaha pemindangan dan tambak di dekat pantai menyebabkan pencemaran lingkungan sekitar.
“Kami inginkan tindak lanjut yang kongkrit dari Dewan selaku wakil rakyat agar menutup tempat usaha perikanan yang belum memiliki ijin usaha. Bagaimana dengan Dinas Perikanan Trenggalek, apakah mereka yang memiliki tambak di pantai sudah memiliki ijin? Bagaimana pula dengan Satpol PP untuk penindakan demi tegaknya peraturan?,” tanya Firin.
Dicerca pertanyaan seperti itu, Pimpinan rapat menanyakan ke Kepala Dinas Perikanan, Ir. Cusi, berapa saja usaha tambak yang sudah memiliki ijin?
“10 pengusaha, pak. Mereka kami beri ijin operasional dulu,” jawab Kepala Dinas Perikanan.
Kemudian, Triadi, Kepala Satpol PP Kabupaten Trenggalek, menjelaskan bahwa kami sudah melakukan sosialisasi terkait ijin tambak.
“Kami baru mensosialisasikan untuk ijin tambak. Belum ke penindakan,” terang Triadi.
Suripto, Ketua LSM PAMA, menjelaskan bahwa terkait dengan ijin usaha pertambangan operasional yang terbit, tanpa rekomendasi dari Pemerintah Daerah, tidak akan ada ijin terbit.
“DPRD bisa melakukan pengawasan terhadap terbitnya ijin tadi.”
Satu-satunya jalan untuk bisa menyelamatkan isu tanggap ini adalah dari wilayah yang dimiliki calon penambang itu sudah memiliki konsensi kepemilikan lahan 29.969 kilometer.
“Hampir seluas seperempat hektare luas Kabupaten Trenggalek,” terangnya.
Apakah DPRD berpihak kepada rakyat ataukah pengusaha?
Mendapat pertanyaan seperti itu, ia langsung menjawab lugas dan tegas bahwa DPRD dalam hal pembahasan RTRW, tentunya berpihak kepada masyarakat.
“Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Trenggalek adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan wilayah kabupaten yang dijadikan acuan untuk perencanaan jangka panjang, penataan ruang kawasan strategis kabupaten,” tambahnya.
Setelah acara Rapat Dengar Pendapat antara Komisi III DPRD Kabupaten Trenggalek dengan Aliansi Rakyat Trenggalek (ART), ditutup, maka selesailah acara hearing tersebut.
Selanjutnya, anggota DPRD Kabupaten Trenggalek diminta untuk menandatangani tuntutan LSM yang tergabung ke dalam Aliansi Rakyat Trenggalek.
Mereka pun mau menandatangani atas nama pribadi, bukan atas nama kelembagaan, yaitu Sukorodin, Pranoto, Mugianto, Siswanto, Muslichuddin, dan Joko.
Reporter : Budi JATIM
