Kamis, 19 Desember 2019
JAKARTA – PERSBAYANGKARA.ID
Rencana perubahan Ujian Nasional (UN) menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dinilai belum berdasarkan kajian komprehensif.
Anggota Komisi X DPR RI Zainuddin Maliki menyebut bahwa mendikbud harus bisa meyakinkan masyarakat hal tersebut dengan alasan yang jelas. Termasuk menjalankan uji kompensi seperti apa nantinya.
”Nah menteri ini pikirannya banyak yang baru. Dilontarkan dengan statement yang bikin kita terkaget karena kita berada di zona nyaman dan dilempari isu baru,” ujarnya di Gedung Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju, Pejaten, Kamis (19/12/2019).
Menurut Zainuddin, penyelenggaraan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang terdiri dari tiga aspek dinilai masih terdapat kekurangan.
Tiga aspek itu meliputi kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter.
”Kita lihat literasi itu kognitif, numerasi itu kognitif, survei karakter itu afektif. Ada lompatan, ada yang bolong. Apa itu, psikomotorik. Jadi hanya ada di asesmen kompetensi kognitifnya sama afektifnya. Psikomotoriknya mana, tidak ada,” bebernya.
Selain itu, Zainuddin juga mendebatkan soal survei karakter. Sebab, asesmen pengganti UN itu salah satu bentuknya adalah survei karakter.
”Saya bayangkan survei itu adalah istilah tipikal penelitian kuantitatif. Saya kira mendapat informasinya hanya dengan angket, kalau angket atau kuisioner maka tidak akan bisa melihat apa di balik perilaku seseorang,” jelasnya.
(JMart)
