SURAKARTA – persbhayangkara.id JAWA TENGAH
Bertempat di Stadion R. Maladi Sriwedari Jl. Bhayangkara, Kel. Sriwedari, Kec. Laweyan, Kota Surakarta telah berlangsung Upacara Pengibaran Bendera Detik-Detik Proklamasi dalam rangka memperingati HUT ke 74 Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 2019 pemerintah kota Surakarta dengan tema ” SDM Unggul Indonesia Maju ” bertindak selaku Irup FX Hadi Rudyatmo (Walikota Surakarta), dan selaku Danup Kapten Kal Rahmad Budi Aji (Kepala Pengadaan Lanud Adi Soemarmo) yang di hadiri lk 3000 orang.
Turut hadir dalam kegiatan upacara tersebut FX. Hadi Rudyatmo (Walikota Surakarta), Dr. Acmad Purnomo, Apt (Wakil Walikota Surakarta), Drs. Teguh Prakoso (Pimpinan Sementara DPRD Kota Surakarta), Abdul Ghofar Ismail, S.Si (Wakil Pimpinan Sementara DPRD Kota Surakarta), Krosbin Lumban Gaol, SH., MH. (Ketua Pengadilan Negeri Kota Surakarta), Kolonel Inf Rafael Granada Baay (Danrem 074/Wrt), Kolonel Pnb Adrian P. Damanik, S.T. ( Danlanud Adi Soemarmo ), Kombes Pol Ribut Hari Wibowo S.I.K (Kapolresta Surakarta), Letkol Inf Ali Akhwan, SE (Dandim 0735/Ska), AKBP Andi Rifa’i (Waka Polresta Surakarta), Letkol Cpm Gunawan Setiadi, S.H (Dandenpom IV/4 Ska), Letkol CTP Sarifudin (Dansatdikba Pusdiktop), dan juga Kompol Ahmad Setiadi SIK (Danyon Brimob Den C Pelopor Surakarta).
Inspektur upacara dalam amanatnya membacakan sambutan Gubernur Jawa Tengah, pada Upacara Pengibaran Bendera Merah Putih Peringatan Proklamasi Kemerdekaan Ke – 74 Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 2019, seperti ungkapannya Gus Dur, orang tak akan bertanya apa agamamu, apa sukumu ketika berbuat baik. Dalam masa perjuangan setelah kemerdekaan ini sudah semestinya kita tidak membedakan suku, agama atau pun ras. Tak peduli warna kulit, rambut, jenis kelamin, kaya atau pun miskin. Semua sama di mata negara. Founding fathers bangsa ini telah memberi contoh lewat laku, bukan sekadar gembar gembor persatuan. Mereka berdarah-darah menegakkan kemerdekaan. Sebenarnya kita pun mewarisi semangat itu. Namun karena kadang kita memupuk “borok” dalam dada, membuat kita terlena hingga dengan rasa tanpa dosa saling menghina dan mencerca, bahkan ada nekat hendak mengganti Pancasila.
Pancasila inilah sebagai induk semangnya negara ini, yang di dalamnya bersemayam ajaran-ajaran agama: Hindu, Budha, Islam, Katolik, Kong Hu Chu dan Kristen. Yang di dalamnya bersemayam spirit-spirit berasaskan kebudayaan Nusantara. Kalaulah sistem pemerintahannya pernah berubah, toh akhirnya jiwa-jiwa yang telah menyatu dari Sabang sampai Merauke dari Miangas hingga Rote tidak bisa dipisahkan. Sejarah mencatat, setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 sistem pemerintahan sempat berganti menjadi Republik Indonesia Serikat pada 27 Desember 1949 Namun akhirnya sejak 17 Agustus 1950 Tanah Air ini kembali tegak berdiri sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sampai kapan? Seperti ungkapan Bung Karno, “Di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia yang kekal dan abadi.
Bung Karno mengatakan, Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan gotong royong. Gotong-royong adalah pembantingan – tulang bersama, pemerasan – keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama!” Tekad kebersamaan, senasib sepenang-gungan inilah yang terus kita emban untuk menghadapi zaman. Sejak dilahirkan Indonesia mendapat berbagai tantangan dan persoalan berat, mulai dari seringnya bencana alam, korupsi, konflik sosial, gerakan separatisme dan radikalisme. Belum lagi tantangan modernisasi yang bergerak seiring dentang jam.
Wahai pemuda, persiapkan mental dan akalmu. Jangan melempem berhadapan dengan bangsa lain, jangan lembek ketika ada yang mengejek. Kepalkan tekadmu, bulatkan semangatmu. Saudara – saudaraku, semua hal itu akan mampu kita hadapi dengan satu senjata, kebersamaan. Kita ini diciptakan atas satu jalinan sebagai sapu lidi, yang jika lepas ikatannya ambyar kebangsaan kita, ambyar negara kita, ambyar Indonesia Raya. Sejarah telah mengikat kuat kita, perasaan senasib sepenanggungan telah menyatukan kita, dan Pancasila telah mendasari kita sebagai bangsa dan negara yang besar. Yakinlah kecemerlangan bangsa ini takkan lama lagi. Indonesia akan berjaya seribu windu lamanya.
(Agus Kemplu)