Liputan Berita Politik,Hukum dan Keamanan

Dengan Restorative Justice Yayasan Gerak Nusantara Sejahtera (YGNS) Mendorong Penyelesaian Kasus HAM

JAKARTA – PERSBHAYANGKARA.ID

Konferensi pers di Komnas HAM, Jakarta, 28 Juli 2023, Revitriyoso menyampaikan, sudah 25 tahun Reformasi di Indonesia berlangsung. Proses penyelesaian tragedi 1998 sampai dengan saat ini sedikit mendapat titik terang dengan pernyataan Presiden Joko Widodo pada 1 Januari 2023.

Dengan Restorative Justice (RJ) atau keadilan restoratif, Yayasan Gerak Nusantara Sejahtera (YGNS) mendorong penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
“Dalam membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat besar dan luas, haruslah mengutamakan musyawarah dalam mengupayakan perdamaian nasional bagi para korban tindak kejahatan pada masa reformasi 1998 dan pelaku pelanggaran”. Ujar Ketua Umum YGNS Revitriyoso Husodo.

Yayasan Gerak Nusantara Sejahtera (YGNS) mendorong penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) 1998 dengan restorative justice (RJ) atau keadilan restoratif.
Sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus bertambah dewasa dalam mewujudkan sebuah negara, dan juga harus mempunyai ketegasan dalam menjunjung tingi kemanusiaan. Dan sikap memaafkan serta kelegowoan, akan tetapi tidak harus melupakan kasus tersebut atau “Forgiving but not Forgetting” terhadap kasus tersebut.

“Di sini kami mewakili beberapa kelompok, tidak semuanya kami klaim akan kita advokasi. Tetapi secara sistem perundang-undangan, kita berhak melindungi diri sendiri dan apabila kebetulan korban-korban yang lain seperti di Trisakti, Mall Klender itu di luar dari komunikasi kami,” imbuhnya.
DPR Ingatkan Penegak Hukum, hati-hati Menerapkan Restorative Justice Bagi Koruptor.

Presidium Aliansi Bersinar Ade Gunawan menambahkan, restorative justice ialah sebagi solusi pemasalahan HAM yang telah terjadi, mengingat tantangan masa depan bangsa Indonesia saat ini yang bukan hanya dipenuhi dengan caci maki.
“Kita visioner melihat tantangan bangsa ini ke depan, tawaran kita dengan restoratif justice, karena kita tidak mau negara ini saling caci maki dan berseteru terus dengan urusan-urusan seperti itu”, pungkas Ade.

“Kami mendorong proses penyelesaiannya dengan cara restorative justice, bahwa yang kita lakukan ini sudah sepengetahuan mereka (Korban HAM 98, Red.) dan sekeinginan mereka,” kata Revitriyoso Husodo di Jakarta, (28/7/23).

Dalam pernyataan tersebut, negara mengakui dan menyesalkan 12 pelanggaran HAM memang terjadi, termasuk rangkaian peristiwa pelanggaran HAM Berat, yakni Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997–1998, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, dan Peristiwa Trisakti serta Semanggi I dan II 1998–1999 dengan penyelesaian nonyudisial namun tanpa menegasikan mekanisme yudisial.

(Hermanto/tim)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Paling Populer dalam 30 hari

To Top