MAKASSAR – persbhayangkara.id SULAWESI SELATAN
Kasus COVID-19 semakin hari semakin bertambah di Indonesia ternyata tidak berbanding lurus dengan tingkat kepatuhan masyarakat.
Fenomena yang terjadi saat ini adalah menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap virus Corona dan diikuti beberapa spekulasi seperti dikaitkan dengan konspirasi, efek dari virus yang sebenarnya tidak berbahaya, sampai keterlibatan para tenaga medis pada kasus COVID-19 ini.
Hal ini dibuktikan dengan pemberitaan seperti pengambilan paksa jenazah yang terindikasi positif COVID-19 oleh pihak keluarga di beberapa rumah sakit di kota Makassar. Kondisi ini tentunya sangat dipengaruhi oleh pemberitaan di berbagai media, khususnya media sosial.
Kondisi ekonomi yang semakin terpuruk sebagai dampak dari aturan social distancing yang telah berjalan selama tiga bulan, pada akhirnya juga memaksa masyarakat untuk kembali beraktivitas normal meskipun harus mengesampingkan keyakinan mereka akan bahaya virus ini.
Sejak tanggal 1 Juni kemarin, pemerintah akhirnya mulai menerapkan pelonggaran terhadap Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang ternyata dibarengi dengan penambahan pasien positif COVID-19.
Kebijakan ini disebut new normal, yaitu masyarakat boleh kembali beraktivitas seperti dulu namun dengan menerapkan protokol kesehatan seperti penggunaan masker, jaga jarak, dan cuci tangan.
Sayangnya keputusan ini tidak diimbangi dengan penerapan yang maksimal di berbagai daerah sehingga menimbulkan tanda tanya di tengah masyarakat. Penerapan new normal bagi daerah berzona hijau, tak pelak menjadi pemicu daerah berzona merah.
Hal ini semakin memperuncing kecurigaan masyarakat terhadap eksistensi COVID-19. Beberapa pihak bahkan ada yang berasusmi kondisi ini sengaja diciptakan untuk meraup keuntungan pihak tertentu.
Terlepas dari perdebatan tersebut, fakta di lapangan menunjukkan penambahan pasien terinfeksi COVID-19 menembus angka 1.241 per 10 juni 2020.
Kenaikan ini memecahkan rekor sejak kasus Corona pertama ditemukan di Indonesia. Jumlah yang meninggal pun terus bertambah dengan signifikan, bahkan beberapa tenaga kesehatan pun tidak sedikit yang harus berkorban nyawa dalam memerangi virus ini.
Ditengah menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah, pihak kepolisian terus menunjukkan kapabilitasnya dengan menjadi mediator antara pemerintah dan masyarakat.
Sebagai salah satu garda terdepan dalam penanganan COVID-19, peran kepolisian sangat vital. Aturan-aturan terkait protokol COVID-19 yang telah ditetapkan oleh pemerintah mampu diterjemahkan oleh pihak kepolisian dengan bahasa sederhana kepada masyarakat.
Pengawasan peraturan tersebut pun dilakukan dengan metode-metode yang humanis. Video yang beredar terkait pemulangan paksa jenaazah yang terinfeksi COVID-19 di kota Makassar adalah contoh bagaimana pihak kepolisian tetap santun dalam bertindak.
Pada video tersebut pihak kepolisian tetap menjalankan tugas untuk mengamankan jenazah tersebut meskipun pihak keluarga memaksa untuk mengambilnya. Situasi dalam video menunjukan sikap santun dan kooperatif pihak kepolisian meskipun beberapa kali pihak keluarga terlihat bersikeras dan mengeluarkan suara beranada tinggi kepada pihak kepolisian.
Contoh lain sikap mengayomi anggota polisi yaitu ketika melakukan pembubaran keramaian di beberapa wilayah seperti pasar atau tempat keramaian lainnya. Pembubaran tersebut dilakukan dengan metode persuasif yang minim dengan kontak fisik namun mampu menertibkan masyarakat. Walau bagaimanapun pada sisi yang lain kepolisian tetap memproses secara hukum bagi masyarakat yang melakukan tindak indisipliner terhadap aturan-aturan yang dilanggar.
Dalam situasi ini, pihak kepolisian kembali harus turun tangan. Komunikasi resiko yang disampaikan oleh pihak kepolisian dengan terjun langsung ke lapangan ternyata bisa menjadi solusi mujarab untuk meningkatkan kembali kesadaran publik.
Semoga situasi seperti ini dapat cepat berlalu agar kehidupan normal dapat terbangun kembali.
Oleh: Ahmad Razak
Dosen Fakultas Psikologi UNM
Ketua Umum Asosiasi Psikologi
Islam Sul-sel
