JAKARTA – PERSBHAYANGKARA.ID
Ketua MPR RI sekaligus Ketua Umum Perkumpulan Pemilik Izin Khusus Senjata Api Beladiri Indonesia (PERIKHSA) Bambang Soesatyo bersama Ketua Dewan Penasehat PERIKHSA sekaligus Menteri Hukum dan HAM RI Yasonna Laoly membuka event Asah Keterampilan Penggunaan Senjata Api Beladiri 2023. Diikuti hampir seratus peserta. Menjadi bukti konsistensi DPP PERIKHSA dalam menjalankan fungsi edukasi dan pembinaan kepada pemilik senjata api beladiri.
Tahun lalu, pada 19 November 2022, DPP PERIKHSA sukses menggelar Latihan Bersama dan Asah Keterampilan Menembak. Melalui latihan keterampilan secara periodik, setiap pemilik senjata api beladiri mampu mengasah penggunaan senjata api dengan benar, bijaksana, dan taat aturan.
“Selain rutin menyelenggarakan Asah Keterampilan, PERIKHSA bersama Kemenkumham juga sedang menyelesaikan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penggunaan Senjata Api Beladiri Sipil Non-Organik TNI/Polri. Naskah Akademiknya sudah diserahkan oleh PERIKHSA kepada Menkumham Yasonna Laoly pada Maret 2023 lalu. Saat ini sedang dalam proses harmonisasi di Badan Pembinaan Hukum Nasional Kemenkumham,” ujar Bamsoet saat membuka Asah Keterampilan Penggunaan Senjata Api Beladiri 2023, di Lapangan Tembak Perbakin, Senayan, Jakarta, Sabtu (1/7/23).
Turut hadir antara lain, Kapolri ke-14 Jenderal Pol (purn) Roesmanhadi, Kapolri ke-18 sekaligus Kepala BIN ke-13 Jenderal Pol (purn) Sutanto, Ketua Harian DPP PERIKHSA Eko S Budianto, serta Ketua Panitia Asah Keterampilan Penggunaan Senjata Api Beladiri 2023 Rudi Roesmanhadi.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, saat ini setidaknya ada 27 ribu pemilik Ijin Khusus Senjata Api Beladiri (IKHSA). Selain berkontribusi dalam pendapatan negara melalui penerimaan negara bukan pajak, mereka juga dapat membantu Polisi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Bahkan dapat dimanfaatkan sebagai komponen cadangan yang mendukung TNI sebagai bagian penjaga kedaulatan bangsa dan negara.
“Salah satu bentuk penggunaan senjata api oleh warga sipil adalah untuk keperluan membela diri baik keselamatan nyawa, harta, dan kehormatan diri sendiri atau orang lain. Hal ini menurut hukum dibenarkan hanya dalam keadaan tertentu yakni keadaan bela paksa (noodweer), bela paksa berlebih (noodweer excess) maupun keadaan darurat (overmacht), sebagaimana diatur dalam KUHP,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, payung hukum keberadaan pemilik IKHSA terwadahi dalam beberapa ketentuan. Antara lain, pasal 28 G ayat 1 Konstitusi UUD NRI Tahun 1945 yang menjamin setiap orang mempunyai hak untuk melindungi diri; UU Darurat No.12/1951 serta Perppu No.20/1960 tentang Kewenangan Perizinan yang Diberikan Menurut UU Mengenai Senjata Api.
“Terkait syarat dan prosedur serta pendelegasian wewenang perizinan senjata api, diatur dalam Peraturan Kepolisian (Perkap) No.1/2022 tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar Polri, Senjata Api Non Organik Polri/TNI dan Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata Api,” terang Bamsoet.
Dewan Pembina PB PERBAKIN sekaligus Wakil Ketua Umum FKPPI/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, berbagai ketentuan hukum tersebut belum dapat memenuhi kriteria yuridis berdasarkan ketentuan hukum administrasi dalam UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebagaimana terakhir diubah dalam Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Karena itu, PERIKHSA bersama Kemenkumham, serta melibatkan Komisi III DPR, Polri, TNI, dan PB PERBAKIN serta pihak terkait lainnya juga akan menggagas seminar dan focus group discussion (FGD) untuk membahas lebih lanjut tentang PP Penggunaan Senjata Api Beladiri Sipil Non-Organik TNI/Polri.
“Kapan seorang pemilik IKHSA bisa menggunakan senjata api miliknya, serta seperti apa tahapan penggunaannya, semisal dikokang, diarahkan, atau ditembak ke atas sebagai peringatan, hingga kini belum ada aturan detailnya. Sehingga, kerap kali menyebabkan kerancuan, bahkan salah tafsir dari pihak pemilik IKHSA maupun dari sisi Kepolisian. Karena itu, keberadaan PP sangat penting. Dan itulah yang sedang PERIKHSA perjuangkan saat ini bersama Kemenkumham,” pungkas Bamsoet. (Red)