KEPULAUAN ARU – persbhyangkara.id MALUKU
Masyarakat pesisir, terutama desa Wokam, Dusun Kota Lama, Dusun Lamerang dan Desa Karangguli, menilai akses mereka ke kota Dobo terisolasi dengan adanya pembangunan Pelabuhan Yos Sudarso Dobo, sekarang ini.
Karena menurut mereka, sudah sejak dulu pinggiran Talud Pelabuhan sebagai tambatan perahu, tetapi juga masuk, keluar kota, selalu melalui pintu Pelabuhan Yos Sudarso Dobo, tetapi sekarang dibatasi dengan tembok dan pagar yang sangat tinggi.
Mereka berencana akan melakukan aksi Demo terkait hal dimaksud. Kepala Kantor Unit Pelayanan Pelabuhan (UPP) Kls. III Dobo, W. Parihala, S.Sos, saat diminta tanggapannya terkait permasalahan tersebut, diruang kerjanya kemarin, Parihala katakan, bahwa masyarakat sangat keliru apabila mengatakan, ‘sudah sejak dulu pelabuhan Yos Sudarso Dobo dipakai untuk tambatanperahu’ karena Pelabuhan Yos Sudarso Dobo, saatnya harus dibangun.
“Kita punya Standar Operasional Prosedur (SOP) jelas, dan tidak sembarang orang lalu seenaknya saja masuk keluar pelabuhan.
Kita sementara pembenahan dalam pembangunan lokasi pelabuhan, sehingga kedepan apabila semua sudah selesai tahun ini, maka setiap orang yang masuk di pelabuhan harus jelas.
Dan karena itu apabila masyarakat katakan “sudah sejak dulu pelabuhan ini dipakai untuk tambatan perahu, maka ini yang keliru.
Karena jauh-jauh hari saya sudah ingatkan bahwa pelabuhan ini saatnya harus dibangun.
Semua pelabuhan di Maluku sudah dibangun dengan baik, hanya di Dobo yang belum dibangun sampai sekarang, dank arena itu setelah saya di Dobo, saya berusaha untuk membenahi pelabuhan ini secara baik sesuai SOP. Terangnya.
Dikatakan, terkait dengan sped-sped kecil, itu urusan dengan Pemda dalam hal ini dinas Perhubungan, karena dibawah 7 GT Dinas Perhubungan yang bertanggungjawab untuk siapkan tempat. Seperti yang sudah dibangun itu adalah dermaga rakyat.
Sementara Pelabuhan Yos Sudarso Dobo, satu-satunya adalah pelabuhan Pengumpul, bukan pengumpang. Dan karena itu, pelabuhan Yos Sudarso Dobo sudah tidak bisa seperti dulu lagi. Sebagai syahbandar, W. Parihala berprinsip pihaknya tetap menjalankan peraturan dan ketentuan sesuai SOP yang berlaku, demi menjaga keslamatan di Pelabuhan. Karena dalam pantauan, pihaknya melihat masyarakat sangat berani jalan dibawah forklip saat kapal kontener melakukan bongkar muat.
Menurutnya apabila terjadi kecelakaan tentu pihaknya yang diikat, karena dinilai tidak menjalankan ketentuan guna menciptakan keslamatan kerja di dalam pelabuhan. “bahwa saat bongkar muat kapal kontener, masyarakar berani sekali untuk lewat dibawah forklip itu.
Ini sangat beresiko dengan keslamtan masyarakat, karena jika terjadi kecelakaan, siapakah yang akan bertanggung jawab? Sudah pasti sebagai pihak syabandar yang disalahkan dan saya orang pertama yang diikat pa, karena dinilai, saya tidak jalankan ketentuan dan menjaga keslamatan dipelabuhan.” Jelasnya.
Parihala meminta, agar masyarakat pesisir yang merasa kesulitan dilapangan terkait dengan kondisi dermaga Rakyat yang tidak memberikan kenyamanan, silahkan sampaikan keluhan ke Dinas Perhubungan. Karena menurutnya, apabila masyarakat melakukan aksi demo menyampaikan aspirasi ke pihak syahbandar, itu salah sasaran, karena yang bertanggungjawab untuk masyarakat terkait tambatan perahu untuk kapal dibawah 7 GT, adalah pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Perhubungan. “Kalau mereka demo syahbandar itu salah sasaran pa, karena itu bukan rana saya, dan silahkan ke Dinas Perhubungan, sampaikan keluhan, tentang apa yang dialami dilapangan. Pintanya.
(SNN/MOSES)