Liputan Berita Politik,Hukum dan Keamanan

Baru Sehari Setelah Disahkan DPR, Revisi UU KPK Langsung Digugat ke Mahkamah Konstitusi

JAKARTA – persbhayangkara.id DKI

Mahkamah Konstitusi (MK) menerima berkas permohonan uji materi alias Judicial Review terhadap revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Berdasarkan informasi yang disampaikan Juru Bicara MK Fajar Laksono, pihaknya sudah menerima satu permohonan uji materi undang-undang yang diajukan pada Rabu (18/9/2019) hari ini.

Pada berkas permohonan itu, tercatat ada 18 pemohon yang berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari mahasiswa, politikus, hingga wiraswasta.

Salah satu poin pada pokok perkara yang diminta pemohon, menyatakan pembentukan hasil Revisi UU KPK tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD 1945.

“Diterima di kepaniteraan iya, karena tidak boleh MK menolak perkara,” kata Fajar saat dihubungi, Rabu (18/9/2019).

Setelah menerima permohonan uji materi, kata dia, langkah selanjutnya adalah diproses sesuai hukum acara.

Pihaknya akan memverifikasi kelengkapan permohonan.

Sesudah lengkap sejumlah persyaratan yang diminta seperti permohonan tertulis, identitas pemohon (sebagai alat bukti), daftar alat bukti, dan alat bukti, maka pihaknya akan meregistrasi permohonan.

“Kalau sudah diregistrasi baru disidangkan,” ujarnya.

Meskipun di undang-undang itu belum diberikan nomor, dia menegaskan, pihaknya akan tetap memproses permohonan uji materi.

“Bahwa undang-undang dimaksud belum diundangkan, belum ada nomor, maka sebetulnya belum ada objectum litisnya. Langkah selanjutnya, diproses sesuai hukum acara,” kata dia.

Sebab, dia menambahkan, dapat saja pada masa tahapan proses registrasi hingga masuk tahapan persidangan pengujian undang-undang, undang-undang yang diujikan sudah diberikan nomor.

“Bisa saja dalam perjalanan permohonan, UU itu diundangkan. Atau kalau belum sekiranya diregistrasi, hal itu akan dinasihatkan majelis hakim kepada pemohon ketika sidang pendahuluan,” jelasnya.

Sementara, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Revisi UU KPK yang telah disahkan oleh DPR dalam rapat paripurna, merupakan produk cacat hukum.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, Revisi UU KPK tidak masuk dalam program legislasi nasional (Proglegnas) 2019.

Menurutnya, elemen masyarakat sipil akan berbondong-bondong melakukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Karena dinilai produk cacat hukum, diyakini akan banjir JR di MK.”

“Ketika itu benar-benar terjadi, maka harusnya pemerintah dan DPR malu karena legislatif menciptakan aturan yang buruk,” kata Kurnia kepada wartawan, Rabu (18/9/2019).

Kurnia mengatakan narasi yang dibangun DPR dan pemerintah yang menyebut Revisi UU KPK sebagai upaya penguatan KPK, telah terbantahkan.

Sebab, poin-poin dalam revisi tersebut justru berpotensi melemahkan kinerja KPK.

“Substansinya hampir keseluruhan sangat mudah untuk didebat yang mungkin dapat dikatakan bermasalah.”

“Karena akan melemahkan KPK dan memeperlambat penegakan hukum korupsi yang dilakukan oleh KPK,” ujarnya.

“Karena sangat mudah publik menangkap, ini melemahkan KPK untuk melakukan JR di MK,” imbuh Kurnia.

Menurut Kurnia, pengesahan Revisi UU KPK cacat formil.

Dia menyebut DPR tidak taat dengan ketentuan Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan perundang-undangan.

Pada pasal 45 ayat (1) UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan, pembahasan sebuah RUU harus berdasarkan Prolegnas.

Padahal, lanjut Kurnia, RUU KPK tidak masuk dalam Prolegnas tahun 2019, sehingga telah terjadi pelanggaran formil.

“Tidak mungkin Prolegnas Prioritas 2017 itu disahkan 2019 di tengah Prolegnas Priorotas 2019 masih banyak yang belum dituntaskan oleh DPR,” paparnya.

Selain tidak masuk dalam Prolegnas prioritas 2019, kata Kurnia, rapat paripurna di DPR pun tak memenuhi kuorum.

“Ketika Paripurna juga tadi dihadiri 80-100 orang saja, yang mana tidak mencapai kuorum,” ucapnya.

Oleh sebab itu, Kurnia meyakini masyarakat yang mendukung kinerja KPK akan berbondong-bondong melakukan uji materi UU 30/2002 di MK.

“Pasti akan banyak elemen masyarakat ataupun orang yang akan mengajukan uji materi terhadap UU yang baru saja disahkan DPR.”

“Poinnya bisa di formil dan lainnya banyak,” ujar Kurnia. JM

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Paling Populer dalam 30 hari

To Top