JAKARTA – persbhayangkara.id DKI 13/09/2019
Irjenpol Firli Bahuri terpilih sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 yang dipilih Komisi III DPR. Firli juga didapuk menjadi ketua lembaga antikorupsi itu.
Sebelum seleksi Capim KPK, Firli menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan. Pria kelahiran Lontar, Muara Jaya, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan itu menjadi orang nomor satu di Polda Sumatera Selatan sejak 20 Juni 2019.
Karier Firli dihabiskan pada Korps Bhayangkara. Sejumlah jabatan pernah ia emban selama mengabdi di Polri, di antaranya Kapolres Persiapan Lampung Timur dan Wakapolres Lampung Tengah (2001), Kasat III/Umum Ditreskrimum Polda Metro Jaya (2005), Kapolres Kebumen (2006), Kapolres Brebes (2007), dan Wakapolres Metro Jakarta Pusat (2009).
Firli juga mantan Asisten Sespri Presiden (2010), Dirreskrimsus Polda Jateng (2011), Ajudan Wapres RI (2012), Wakapolda Banten (2014), Karodalops Sops Polri (2016), Wakapolda Jawa Tengah (2016), Kapolda Nusa Tenggara Barat (2017), dan Kapolda Sumatra Selatan (2019).
Sebelum menjadi Kapolda Sumatera Selatan, Firli pernah menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK pada 2018.
Firli belakangan terakhir menjadi nama yang paling disorot karena dianggap sarat kepentingan ketika mengikuti seleksi Capim KPK. Menurut data milik pegiat antikorupsi, Saor Siagian, 500 pegawai KPK merasa keberatan soal keikutsertaan Firli dalam seleksi Capim KPK karena masalah dugaan pelanggaran etik.
Kehadiran Firli ramai-ramai ditolak berbagai pihak, mulai dari LSM hingga pegiat antikorupsi, termasuk dari elemen pegawai KPK sendiri. Para pegawai KPK enggan bersedia jika Firli menjadi pimpinan mereka.
Firli pun menjadi sosok yang dianggap kontroversial karena namanya terus lolos berbagai tahapan yang dilakukan Pansel KPK, meski mendapat banyak penolakan.
Adapun demikian ketika Wakil Ketua KPK Saut Situmorang akhirnya mengumumkan bahwa Firli terbukti melakukan pelanggaran etik ketika menjadi Deputi Penindakan.
Kesimpulan itu diperoleh setelah Direktorat Pengawasan Internal KPK merampungkan pemeriksaan yang dilakukan sejak 21 September 2018. Hasil pemeriksaan disampaikan kepada Pimpinan KPK tertanggal 23 Januari 2019.
“Perlu kami sampaikan, hasil pemeriksaan Direktorat Pengawasan Internal adalah terdapat dugaan pelanggaran berat,” ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat konferensi pers di Kantornya, Jakarta, Rabu (11/9) lalu.
Sejumlah pelanggaran dilakukan Firli menurut KPK.
Dewan Penasihat KPK Mohammad Tsani Annafari menjelaskan, pertama, Firli dua kali bertemu dengan Gubernur NTB Tuan Guru Bajang Zainul Majdi ketika KPK sedang melakukan penyelidikan dugaan korupsi terkait kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT Newmont pada tahun 2009-2016.
Tsani mengungkapkan kalau Firli tidak pernah meminta izin melakukan pertemuan dengan pihak yang terkait perkara dan tidak pernah melaporkan ke pimpinan.
Firli, Sosok yang Dinilai Kontroversial Kini Jadi Ketua KPKSejumlah elemen masyarakat dan pegawai KPK melakukan aksi penolakan terhadap revisi UU KPK dan Capim KPK.
Pelanggaran etik selanjutnya adalah ketika Firli bertemu pejabat BPK, Bahrullah Akbar di Gedung KPK. Saat itu, Bahrullah diagendakan pemeriksaan dalam kapasitas sebagai saksi untuk tersangka Yaya Purnomo perihal kasus suap dana perimbangan. Tsani mengungkapkan Firli didampingi Kabag Pengamanan menjemput langsung Bahrullah di lobi Gedung KPK.
Kemudian pelanggaran ketiga dilakukan ketika Firli bertemu dengan pimpinan partai politik di sebuah Hotel di Jakarta, 1 November 2018.
Saat uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR RI kemarin, Firli pun mengklarifikasi sangkaan pelanggaran etik yang dijatuhkan padanya, termasuk pula isu soal ratusan tiket gratis Westlife saat menjabat Kapolda Sumsel.
“Soal karcis konser Westlife, saya jelaskan sekalian agar klir. Enam ratus karcis Westlife dituduhkan disebar di Polda Sumatra Selatan secara gratis. Saya tidak pernah tahu sama sekali itu,” ujar Firli dalam uji kelayakan dan kepatutan Capim KPK di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (12/9).
Firli menjawab isu pertemuan dengan mantan Gubernur NTB TGB Zainul Majdi. Pertemuan itu jadi sorotan sebab KPK sedang menelusuri kasus Newmont yang menyeret TGB.
Firli mengklaim pertemuan itu terjadi tak sengaja. Ia sedang bermain tenis bersama pimpinan militer setempat. Namun usai bermain, TGB yang saat itu masih gubernur tiba-tiba datang.
Ia bahkan menegaskan tak ada pembicaraan kasus dalam pertemuan itu. Bahkan KPK tetap mengekspos kasus tersebut beberapa bulan setelah pertemuan tersebut.
“Sementara itu TGB bukan tersangka. Sampai hari ini belum pernah tersangka. Kawan-kawan dewan terhormat mengikuti tidak ada kepala daerah jadi tersangka secara sembunyi-sembunyi,” ungkapnya.
“Saya akan paparkan semuanya biar besok-besok tidak ada isu-isu lagi,” ucap Firli. (JMart)