JAKARTA – persbhayangkara.id DKI 14/09/2019
Firli Bahuri lahir di Prabumulih, Sumatera Selatan, pada 7 November 1963.
Ia pertama kali menjadi anggota Polri sebagai lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1990.
Firli kemudian masuk di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) tahun 1997.
Pada 2001, Firli menjabat Kapolres Persiapan Lampung Timur.
Pada 2004, dia kemudian menempuh Sekolah Pimpinan Menengah (Sespimen).
Kariernya berlanjut dengan ditarik ke Polda Metro Jaya menjadi Kasat III Ditreskrimum pada 2005-2006.
Selanjutnya dua kali berturut turut menjadi Kapolres, yakni Kapolres Kebumen dan Kapolres Brebes pada 2008 saat pangkatnya masih AKBP.
Kariernya semakin moncer ketika ditarik ke ibu kota menjadi Wakapolres Metro Jakarta Pusat, tahun 2009 lalu.
Kepercayaan terus mengalir pada Firli.
Ia didapuk menjadi ajudan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2010.
Keluar dari Istana, Firli lantas memegang jabatan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Jateng tahun 2011.
Firli kembali ke Istana dan kali ini menjadi ajudan Wapres RI tahun 2012, saat itu Boediono.
Dengan pangkat komisaris besar, membawanya Firli menjabat Wakapolda Banten tahun 2014.
Firli juga sempat mendapat promosi Brigjen saat dimutasi jadi Karo Dalops Sops Polri pada 2016.
Setelah itu, bintang satu (Brigjen) berada di pundaknya kala menjabat Wakapolda Jawa Tengah pada 2016.
Berturut-turut, mulai 2017, Firli Bahuri menjabat sebagai Kapolda Nusa Tenggara Barat untuk menggantikan pejabat sebelumnya Brigjen Pol Umar Septono.
Usai menjabat Kapolda NTB, Firli berkarier di Gedung KPK.
Ia dilantik pimpinan KPK sebagai Deputi Penindakan KPK pada 6 April 2018.
Saat di KPK, Firli masih berpangkat Brigjen, pada April 2018 lalu.
Tak berselang lama, kenaikan pangkat pun diterimanya menjadi bintang dua (Irjen).
Diangkatnya Firli sebagai Deputi Penindakan KPK pun sempat mengundang tanya.
Sebab, Firli merupakan bekas ajudan mantan Wakil Presiden Boediono yang sempat tersandung beberapa kasus dugaan korupsi.
Selama kurang lebih setahun di KPK, Firli kemudian ditarik kembali ke Polri pada 20 Juni 2019.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menjelaskan, penarikan itu dilakukan lantaran Firli Bahuri telah mendapat jabatan baru di Korps Bhayangkara.
Ternyata, Firli didapuk menjadi Kapolda Sumatera Selatan, jabatan yang ia emban hingga saat ini.
Kasus Korupsi yang Pernah Ditangani
Penyidik Polri ini pernah membongkar kasus mafia pajak dengan tersangka Gayus Tambunan.
Saat itu, Firli masih berpangkat AKBP dan tergabung dalam tim independen Polri yang mengungkap kasus mafia pajak tersebut.
Kala menjadi Kapolda NTB ini pun memimpin Polda NTB sedang menyelesaikan kasus dugaan korupsi perekrutan CPNS K2 Dompu dengan tersangka Bupati Dompu H Bambang Yasin (HBY).
Sepanjang jenjang kariernya, ia telah mengungkap ratusan kasus korupsi baik di Jawa Tengah, Banten, maupun Jakarta.
Tiga Pimpinan KPK Mundur, Kembalikan Mandat pada Presiden Jokowi, Basaria Alex Absen.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.
Terpilihnya Irjen Firli sebagai Ketua KPK, tiga pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang lama menyerahkan tanggungjawab pengelolaan KPK kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua KPK Agus Rahardjo bersama Wakil Ketua Saut Situmorang dan La Ode.
Dalam pernyataanya, Agus menyatakan pihaknya prihatin dengan kondisi pemberatasan korupsi yang saat ini ia anggap mencemaskan.
Menurut Agus, saat ini KPK dikepung dari berbagai sisi.
Pimpinan KPK, lanjut Agus, prihatin dengan revisi UU KPK.
Agus mengaku hingga saat ini pihaknya belum mengetahui apa isi dari RUU KPK tersebut.
“Sampai saat hari ini, kami draft yang sebetulnya saja tidak mengetahui,” kata Agus dalam siaran live di akun Twitter KPK, Jumat (13/9/2019).
Agus melanjutkan, pimpinan KPK juga merasa revisi UU KPK dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
“Saya juga mendengar rumor, dalam waktu cepat akan segera diketok.
Ini kita bertanya-tanya sebetulnya kegentingan apa sehingga harus buru-buru disahkan,” ujar Agus.
Lebih jauh, Agus mengaku sudah bertemu dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Namun, saat bertemu dengan Yasonna, Agus mengaku juga tak mendapatkan draft RUU KPK.
Saat itu, Yasonna menyatakan KPK bakal diundang dalam pembahasan.
Tetapi, berdasarkan pemberitaan Kompas hari ini disebutkan pembahasan RUU KPK tak lagi memerlukan konsultasi termasuk dengan KPK.
“Mungkin ini apa memang betul ini mau pelemahakan KPK,” ujar dia.
Karena itu, setelah mempertimbangkan hal-hal itu, pimpinan KPK menyatakan menyerahkan pengelolaan KPK ke Presiden.
“Dengan berat hati ini Jumat 13 September kami menyerahkan tanggungjawab pengelolaan KPK ke bapak Presiden.
Kami menunggu perintah apakah kemudian kami masih akan dipercaya sampai Desember.
Kami menunggu perintah itu, mudah-mudahan kami diajak bicara Presiden,” ujar dia.
Dalam video yang diunggah KPK di akun resminya, unsur pimpinan yang hadir hanya tiga orang yakni Saut Situmorang, Agus Rahadjo dan Laode M Syarif.
Dua lagi, Basaria Panjaitan dan Alexander Marwata tidak terlihat.
Padahal, Saut sebelumnya mengatakan akan mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK periode 2015-2019.
Saat konferensi pers, Saut pun menegaskan bahwa dirinya hadir dalam konferensi pers tersebut bukan berarti ia kembali ke KPK.
“Saya hari ini bukan kembali ya (ke KPK), saya berkunjung, oke? Clear ya,” ujar Saut.
Ketika ditanya lebih lanjut oleh awak media, Saut pun terlihat enggan menjawab.
Saut kemudian masuk ke dalam gedung.
Hal itu seakan mengonfirmasi bahwa Saut memang telah mundur dari lembaga antirasuah tersebut. (JMart)